Header Ads

stop peredaran rokok ilegal

Hidup Dalam Kemiskinan, Gadis Ini Menderita Dalam Kelumpuhan

Pamekasan  – Kemiskinan sudah merenggut masa depan Nurul Amamah (20). Anak kembar dari pasangan Miftahul Arifin dan Hanifah tersebut tidak bisa menjalani kehidupan layaknya anak seusianya.

Amamah hanya bisa berdiam diri di atas tempat tidur. Setiap hari dia hanya menunggu belas kasih orang-orang terdekatnya. Karena untuk makan atau minum tidak bisa dia lakukan sendiri.

Kondisi tubuhnya pun tidak normal, kaki dan tangannya mengecil. Padahal Iin Soviana, saudara kembarnya tumbuh normal. Bahkan sudah memiliki suami. Adiknya pun sudah tumbuh besar.

Beruntung Amamah memiliki orang tua yang sangat menyayanginya dan dengan sabar merawatnya setiap hari. Dari memberi makan, memandikan, bahkan membersihkan tubuh amamah saat buang air besar ataupun kecil.

Menurut Miftahul Arifin, saat lahir Amamah tumbuh normal. Bahkan ketika umurnya masih berusia 1,5 tahun, dia bermain dengan saudara kembarnya layaknya bayi-bayi lainnya. Dia juga bisa merangkak hingga berdiri.

“Tapi ketika umurnya baru dua tahun, tiba-tiba tubuhnya panas. Waktu itu saya bawa ke rumah sakit dan dsuruh opname,” kata Miftahul Arifin mengenang.

Namun karena keterbatasan biaya, keluarga terpaksa membawa pulang Amamah dari rumah sakit. Miftahul arifin yang hanya berprofesi sebagai tukang reparasi alat-alat elektronik tidak punya uang yang cukup.

“Waktu itu saya diminta menyediakan uang Rp. 500 ribu. Dari mana saya dapatkan uang sebanyak itu. Apalagi waktu itu negara sedang krisis,” tambahnya.

Meski demikian, Miftahul tidak menyerah. Dia mencoba mencari cara lain untuk menyembuhkan penyakit anaknya. Dia mencoba pengobatan alternatif dengan membawa anaknya ke dukun. Namun lagi-lagi upanya tidak berhasil.

Miftahul Arifin mengaku bahagia meski buah hatinya itu tidak tumbuh normal. Ditambah lagi kondisi ekonomi yang pas-pasan. Menurutnya anak adalah titipan tuhan yang harus dijaga dan dirawat dalam kondisi apapun.
Saat ini pun, kondisinya tidak berubah. Bahkan penghasilannya yang hanya Rp. 15 ribu – Rp. 20 ribu perhari hanya cukup untuk membeli beras. Dia juga tidak sempat menabung untuk memperbaiki rumah.

Nurul Amamah terpaksa dia tempatkan di ranjang bambu tanpa alas. Karena di dalam rumahnya hanya ada tiga ranjang dan hanya satu yang memiliki alas. Tidak ada kamar di dalamnya dan dindingnya terbuat dari anyaman bambu.

Meski demkian, tidak tampak kesedihan dari wajah Miftahul Arifin dan istrinya. Keduanya berusaha tegar meskipun bertahun-tahun hidup di bawah garis kemiskinan. Hanya dia berharap bantuan pemerintah mungkin anaknya masih bisa disembuhkan. (Maduracorner.com)

Tidak ada komentar