Mengapa Produk UKM Masih Susah Bersaing?
Produk UKM Jawa Timur masih belum sesuai dengan harapan pasar. Jadi modal bukan kendala utama. Inilah salah satu hasil Rakor Pendampingan UKM di Surabaya baru-baru ini.
Modal ternyata bukan menjadi persoalan utama para Usaha Kecil Menengah (UKM) di Jawa Timur dalam mengembangkan usahanya. Ada ‘penghambat’ lain yang sebetulnya lebih mendasar. Apa itu? Sebagian besar UKM dalam melempar produknya ke pasar tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen. Akibatnya, banyak produk UKM tak laku di pasaran.
Kondisi inilah yang membuat sebagian besar UKM di berbagai kota di Jawa Timur seperti ‘jalan di tempat ‘ atau bahkan gulung tikar. Pengamatan itu disampaikan oleh Bambang Sutedjo ketika ditemui mysharing pada acara Rapat Koordinasi Pendampingan UKM Berbahan Sumber Daya Lokal di Hotel Utami, Juanda Sidoarjo baru-baru ini.
Selama ini, kata pria yang menjadi konsultan Pendampingan UKM di Jatim, kita telanjur berasumsi bahwa mayoritas UKM dihadapkan pada persoalan keterbatasan modal, sehingga para pelaku usaha ini sulit mengembangkan bisnisnya. Padahal, kenyataan yang sebenarnya adalah produk yang mereka lempar ke pasar kurang atau belum mampu merebut hati konsumen. Inilah potret sesungguhnya yang banyak dijumpai pada UKM Tanah Air khususnya Jawa Timur.
“Dalam membuat produk, patokan pelaku usaha adalah apa yang bisa mereka buat, jadi bukan berdasarkan apa yang dibutuhkan masyarakat. Akibatnya, ketika dijual produk ini tidak begitu laku. Nah, kalau produknya saja belum laku, bagaimana mereka butuh modal untuk pengembangan usaha. Apanya yang mau dikembangkan?,” ungkap Bambang yang kerap mengangkat problema UKM di berbagai forum diskusi.
Logikanya, kata Bambang, produk harus lebih dulu terjual, baru dibutuhkan modal untuk menggenjot produksi atau pengembangan pasar.
UKM-UKM yang produknya tidak laku ini biasanya sulit berkembang atau lebih runyam lagi gulung tikar. Memang, tak semua UKM yang bangkrut tersebut berhenti berusaha, sebaliknya mereka banting setir lagi dengan membuat produk baru dengan spekulasi produk tersebut bakal laku di pasaran. Tapi, ya itu tadi, lagi-lagi mereka kerap menemui kegagalan karena tidak menjadikan ‘kebutuhan’ masyarakat sebagai faktor yang sangat dipertimbangkan dalam membuat produk.
‘Petualang-petualang’ UKM yang gonta-ganti produk inilah yang membuat Dinas Koperasi & UMKM maupun Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kesulitan membuat data pasti berapa jumlah UKM yang ada khususnya di Jatim. “UKM yang bisa survive, biasanya kalau perjalanan usaha mereka sudah melewati dua atau tiga tahun.,” ungkap Bambang lagi.
Krisis SDM
Trully mengamini apa yang disampaikan Bambang. Pemilik UKM dengan bendera ‘101 True Fashion Earth’ ini mengatakan kalau soal modal, pelaku usaha sebetulnya punya banyak ‘sumber’ untuk mendapatkan kucuran kredit.
“Ada persoalan yang lebih penting di luar modal. Kalau saya sih punya pendapat bahwa kendala utama adalah krisis tenaga kerja, khususnya untuk UKM produk kerajinan. Meskipun UKM punya modal, tapi kalau pelaku usaha tak punya tenaga kerja yang membantu proses produksi, ya percuma juga. Usahanya bakal jalan di tempat,” kata wanita yang pernah bekerja di artshop Bali ini saat ditemui di ajang Pameran Jawa Timur yang berlangsung di Grand City Surabaya, Jumat (10/10).
Trully mengungkapkan dirinya sendiri kebetulan mengalami hal itu. Akibatnya, UKM-nya yang konsentrasi di produk aksesoris sering kewalahan memenuhi permintaan pasar yang sudah mulai berkembang di Jakarta, dan Sulawesi ini.
“Kita mestinya bisa meniru China. Produk mereka bisa dijual ke berbagai negara dengan harga sangat murah. Hal itu karena didukung oleh jumlah tenaga kerja yang berlimpah dan upah yang murah. Belum lagi didukung teknologi pendukung untuk mendongkrak produksi. Sementara UKM di Indonesia sangat kesulitan mendapatkan tenaga kerjanya. Makanya jangan heran kalau produk China lebih banyak membanjiri Indonesia ketimbang sebaliknya,” ujarnya memberi gambaran.
Sekadar catatan, berdasarkan data dari Dinas Koperasi Jawa Timur, hingga bulan Juni 2014 jumlah pelaku UMKM di provinsi ini tercatat 6,8 juta dengan penyerapan sebanyak 11,1 juta orang, dan kontribusi sebesar 54,48 % dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim, sehingga menjadikan UKM sebagai kekuatan ekonomi Jatim yang perlu diberdayakan secara menyeluruh. optimal dan berkesinambungan. Bila jumlah tenaga kerja memang dikatakan masih sangat terbatas, berarti UKM-UKM di Jatim masih bisa menyerap lebih banyak lagi.
Penguatan Sentra
Faktor-faktor penghambat UKM di atas, mulai dari produk yang tidak sesuai kebutuhan pasar, keterbatasan modal dan tenaga kerja, serta penghambat lainnya, menurut Bambang harus segera dicarikan solusinya.
“Ini persoalan serius, lho!. Dan masalah ini bukan hanya menjadi tugas Dinas Koperasi atau Disperindag semata. Ini tugas kita bersama. Apalagi mengingat Asean Economic Community (AEC) siap diberlakukan Desember 2015 mendatang,” kata pria berkaca mata ini.
Apa solusinya? “Inilah pentingnya penguatan sentra,” tandasnya.
Program pengembangan sentra merupakan program pembangunan yang memiliki fungsi menghasilkan suatu produk unggulan tertentu untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing.
“Dengan penguatan sentra, masing-masing UKM yang menjadi anggota sentra akan terbuka aksesnya untuk mendapatkan informasi, bantuan modal, bahan baku murah serta pengembangan pasar,” papar Bambang.
Untuk diketahui sentra UKM adalah pusat kegiatan bisnis di kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis, serta memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi bagian integral dari klaster dan sebagai titik masuk dari upaya pengembangan klaster.
Penguatan sentra UMKM akan menjadi titik pertumbuhan di daerahnya, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah.
Meski nantinya sudah terbentuk sentra, bukan berarti UKM-UKM yang ada di dalamnya otomotis bisa survive. “Semua para pelaku usaha itu tetap dituntut untuk aktif, baik dalam mencari informasi permodalan kalau mereka membutuhkan, aktif mencari cara untuk mendapatkan bahan baku murah, maupun berusaha untuk terus mengembangkan pasar,” kata Bambang.
Di sinilah dibutuhkan peran ‘pendamping’ UKM agar usaha sentra ini lebih fokus dan terarah dalam pengembangan usahanya. Dalam hal ini, Dinas Koperasi dan UMKM Jatim akan melaksanakan program pendampingan pengembangan sentra berbasis sumber daya lokal.
Dengan mengoptimalkan potensi sumber daya lokal baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam melalui wadah sentra, diharapkan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dari produk unggulan yang mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi.
Post a Comment