Bagaimana Untuk Makan Esok Hari?
Ini adalah kisah kehidupan dari sebuah panti asuhan Yayasan Al Iman,
Desa Laden, Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Dalam
Kesehariannya mereka selalu berpikir bagaimana untuk makan esok hari,
dimana pengurus panti harus mencari sumbangan hari ini. Demikian
seterusnya. Jika tidak ada sumbangan yang masuk, anak-anak panti asuhan
harus tidur dengan perut keroncongan sepanjang malam.
Dalam hati saya juga berdoa, agar ALLAH melimpahkan rahmat kepada
Para pengasuh dan anak-anak yatim ini, memberikan kehidupan yang mulia
pada mereka serta kehidupan yang indah dan bermanfaat.
Ini adalah salah satu realita kemiskinan, tidak hanya di harian
kolom berita, atau di obrolan makan siang, atau seperti cerita di
sinetron. Berikut ini kisah dari Pamekasan, Madura.
Dalam halaman kompas.com memberitakan, 53 anak yatim yang ditampung
oleh Yayasan Al Iman, Desa Laden, Kecamatan Pamekasan, Kabupaten
Pamekasan, Jawa Timur, sehari-hari hidup serba berkekurangan, terutama
untuk untuk makan. Panti asuhan ini sepenuhnya menggantungkan hidup dari
sumbangan masyarakat. Jika sumbangan cukup, mereka bisa makan kenyang.
Sebaliknya, jika sumbangan kurang, mereka harus rela tidur dengan perut
setengah kenyang.
Dengan kondisi tempat tinggal yang memprihatinkan, hanya gubuk
bambu yang disekat berukuran 3x3 meter menjadi tempat tidur dan tempat
mereka belajar. Sementara untuk anak asuh perempuan, tempat tinggalnya
lebih bagus karena sudah berbentuk bangunan.
Adalah bapak Muhammad Bakir, pengasuh yayasan Al Iman menjelaskan,
kondisi itu sudah berlangsung sejak yayasan tersebut didirikan tiga
tahun lalu. Dirinya sehari-hari harus keluar dari yayasan untuk mencari
sumbangan kepada masyarakat agar anak asuhnya tidak kelaparan.
Yayasan ini tidak memiliki satupun donatur tetap yang siap menjami
kebutuhan yayasan. "Bantuan rutin dari pemerintah tidak ada. Pernah ada
bantuan hanya cukup untuk tempat tinggal anak panti yang dibuat dari
gubuk bambu," ujar Bakir.
Yang menjadi beban harian di yayasan ini adalah soal kebutuhan
makan mereka. "Kalau biaya sekolah sudah digratiskan meskipun jarak
sekolah mereka lumayan jauh dari yayasan ini," ungkap Bakir.
Ditegaskan Bakir, setiap kali kebutuhan makan anak-anaknya
mendesak, sementara uang tidak mencukupi, Bakir harus rela menjual
barang-barang berharga miliknya. Pertengahan 2011 lalu, dia terpaksa
menjual mobilnya demi memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak asuhnya.
"Seragam sekolah, buku pelajaran dan kitab-kitab mereka harus dibeli
dengan harga mahal. Terpaksa mobil saya dijual," kenangnya. Jika
kebutuhannya tidak terlalu besar, maka ponsel miliknya yang dia jual.
Meskipun demikian, semua pengorbanan itu memberi Bakir kepuasan
batin. "Hati saya menjerit kalau melihat anak yatim tidak bisa sekolah,
tidak bisa mengaji, kelaparan, menjadi gelandangan. Batin saya sudah
diwakafkan untuk bersama mereka hingga akhir hayat saya," ungkap bapak
dua anak ini.
Meskipun yayasannya hidup dalam kekurangan, dia masih siap
menampung anak yatim dan terlantar. "Silakan kepada siapapun yang mau
menitipkan anak yatim, saya siap menampungnya dan saya dan keluarga saya
siap bertanggungjawab," pungkasnya.
Tak terasa bila ingat mereka semua pada satu waktu sedang
mengunjungi sebuah panti asuhan. Suara doa mereka sungguh membuat
sembilu di hati saya… Perasaan haru muncul… Kebeningan tatapan dan
kejernihan suara mereka merontokkan air mata saya. Ketulusan dan
ikhlasan mereka membuat saya tidak mampu berkata-kata, sungguh tidak
sebanding dengan bingkisan dan uang yang mereka bawa pulang.
Post a Comment