Pemkab Pamekasan Rugi Kelola Islamic Centre
PAMEKASAN – Target pendapatan asli daerah (PAD) dari pengelolaan Gedung Islamic Centre di Desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan, perlu dievaluasi. Sebab, biaya yang dikeluarkan Pemkab Pamekasan untuk pengelolaan gedung tersebut jauh lebih besar ketimbang pendapatan yang peroleh.
Pemkab sepertinya gagal mengelola Gedung Islamic Centre. Buktinya, biaya pengelolaan dan operasional yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pendapatan yang didapat. Setiap tahun pemkab menganggarkan biaya operasional dan perawatan gedung sebesar Rp 400 juta.
Informasinya, anggaran itu digunakan untuk membayar honor karyawan tenaga harian lepas (THL) dan honor tenga keamanan (sekuriti) dari pihak outsourcing selama satu tahun yang mencapai Rp 370 juta. Sementara pendapatan Islamic Centre per tahun tidak lebih dari Rp 100 juta. Itu pun didongkrak dari pembayaran sewa gedung oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan sebesar Rp 50 juta per tahun.
Akibatnya, setiap tahun pemkab harus mengeluarkan dana lebih besar dari pendapatan pengelolaan Gedung Islamic Centre. ”Itu artinya, lebih besar pasak daripada tiang. Pengeluarannya lebih banyak dibanding pendapatannya. Pengelolaan Islamic Centre harus diperbaiki agar tidak merugikan keuangan pemkab setiap tahunnya,” kata Anggota DPRD Pamekasan Munaji, kemarin (14/10).
Karena itu, dia mendesak agar ada regulasi yang jelas terkait pengelolaan Gedung Islamic Centre. Sebab, gedung tersebut merupakan salah satu aset yang berpotensi menopang PAD Pamekasan. ”Segera mungkin ada pengaturan khusus soal pengelolaan Islamic Centre agar jelas memberikan kontribusi kepada PAD,” desak Munaji.
Sementara itu, Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setkab Pamekasan Amirus Saleh mengatakan, pemkab tidak rugi dalam mengelolaan Gedung Islamic Centre. Sebab, dana yang dikeluarkan untuk merawat aset sebesar Rp 400 juta murni untuk membayar para pekerja seperti cleaning service, satpam, dan sejumlah pekerja lainnya selama satu tahun.
Dia menjelaskan, para pekerja di Gedung Islamic Centre merupakan THL. Mereka dibayar setiap tiga bulan sekali sesuai dengan upah minimum kabupaten (UMK). ”Dalam tiga bulan para THL menerima gaji lebih dari Rp 3 juta. THL di Gedung Islamic Centre ada 15 orang,” ungkap Amirus Saleh. (fat/hud) (radar)
Pemkab sepertinya gagal mengelola Gedung Islamic Centre. Buktinya, biaya pengelolaan dan operasional yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pendapatan yang didapat. Setiap tahun pemkab menganggarkan biaya operasional dan perawatan gedung sebesar Rp 400 juta.
Informasinya, anggaran itu digunakan untuk membayar honor karyawan tenaga harian lepas (THL) dan honor tenga keamanan (sekuriti) dari pihak outsourcing selama satu tahun yang mencapai Rp 370 juta. Sementara pendapatan Islamic Centre per tahun tidak lebih dari Rp 100 juta. Itu pun didongkrak dari pembayaran sewa gedung oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan sebesar Rp 50 juta per tahun.
Akibatnya, setiap tahun pemkab harus mengeluarkan dana lebih besar dari pendapatan pengelolaan Gedung Islamic Centre. ”Itu artinya, lebih besar pasak daripada tiang. Pengeluarannya lebih banyak dibanding pendapatannya. Pengelolaan Islamic Centre harus diperbaiki agar tidak merugikan keuangan pemkab setiap tahunnya,” kata Anggota DPRD Pamekasan Munaji, kemarin (14/10).
Karena itu, dia mendesak agar ada regulasi yang jelas terkait pengelolaan Gedung Islamic Centre. Sebab, gedung tersebut merupakan salah satu aset yang berpotensi menopang PAD Pamekasan. ”Segera mungkin ada pengaturan khusus soal pengelolaan Islamic Centre agar jelas memberikan kontribusi kepada PAD,” desak Munaji.
Sementara itu, Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setkab Pamekasan Amirus Saleh mengatakan, pemkab tidak rugi dalam mengelolaan Gedung Islamic Centre. Sebab, dana yang dikeluarkan untuk merawat aset sebesar Rp 400 juta murni untuk membayar para pekerja seperti cleaning service, satpam, dan sejumlah pekerja lainnya selama satu tahun.
Dia menjelaskan, para pekerja di Gedung Islamic Centre merupakan THL. Mereka dibayar setiap tiga bulan sekali sesuai dengan upah minimum kabupaten (UMK). ”Dalam tiga bulan para THL menerima gaji lebih dari Rp 3 juta. THL di Gedung Islamic Centre ada 15 orang,” ungkap Amirus Saleh. (fat/hud) (radar)
Post a Comment